lafillevier

happy reading, all!! <3

I hate you!

Elang sangat terkejut ketika melihat seorang gadis bersurai kecoklatan tengah mengobrol dengan salah satu temannya di sebrang sana. 

Dilihat dari nametag yang senada, mungkin mereka teman sekelompok.

“Riri?” Gumamnya.

“Kenapa?” Tanya Katarina ketika Elang menoleh ke arah barisan para maba.

“Gapapa kok.” Kata Elang berkilah, “Kamu jangan capek-capek ya. Nanti kalo udah pulang chat aku.”

Gadis cantik itu mengangguk, “Iyaa. Kamu hati-hati ya pulangnya. Jangan ngebut-ngebut.”

“Iya sayang,” Elang mengelus rambut panjang kekasihnya terlebih dahulu sebelum pulang. “Jangan lupa dimakan ya. Aku pamit.” Katarina mengangguk sambil menatap punggung Elang yang perlahan-lahan menghilang dari hadapannya.

Mereka gak tau kalau ada satu orang perempuan yang tak sengaja melihat pemandangan itu dari barisan para maba.

“Riri, kamu sudah membawa semua barang yang sudah disuruh kan?” Tanya Clarissa, teman sekelompok Riri.

Gadis ini mengangguk, “Iya aku sudah membawa semuanya. Semalam teman asramaku juga ikut membantu.” Ujarnya dengan Bahasa Indonesia yang sedikit baku.

Maklum, mereka baru 4 bulan di Indonesia.

Para maba diberi estimasi waktu terlambat selama 40 menit dari jam masuk ospek, maka dari itu Riri dan Clarissa masih nyantai di gazebo yang ada di sebelah mushola fakultas mereka.

Panitia ospek fakultas Riri sama Clarissa tuh nyantai dan asik, makanya mereka semua enjoy sama kegiatan ospek yang udah jalan selama 3 hari ini.

Dan Riri juga baru tau kalau ternyata pacarnya Elang adalah pembina kelompoknya.

Maka dari itu sekarang ia menjadi sedikit sensi apabila melihat Katarina.


“INI DIA NIH BINTANG YANG DITUNGGU TUNGGU!!” Seru Yolanda ketika Riri baru saja datang ke kantin. Semua orang langsung menoleh karena teriakan Yolanda tersebut.

Riri dan Clarissa yang baru saja datang itu malu sendiri karena menjadi pusat perhatian (padahal tanpa Yolanda teriak mereka udah JADI PUSAT PERHATIAN).

Citra langsung mengomelinya dan menyumpal mulut temannya itu dengan marshmallow, “Berisik banget anjinggggg!!!!!”

Riri langsung duduk di depan kedua temannya itu bersama Clarissa.

“Haii Clarissa!! Gue Citra,” Kata Citra memperkenalkan dirinya.

“Halo Citra, namaku Clarissa.” Balas Clarissa.

“Elo dari luar juga?” Tanya Yolanda, “By the way, nama gue Yolanda.”

Clarissa mengangguk, “Iyaa sama seperti Riri.”

“Ooohhhh.” Citra dan Yolanda manggut manggut.

Sejujurnya Riri agak risih karena banyak orang yang menatap ke arah meja mereka secara terang-terangan.

Tapi ia bingung menjelaskannya dalam bahasa Indonesia, maka dari itu ia langsung mengajak Citra dan Clarissa berbicara dengan bahasa Jepang.

“このように注目の的になるのは本当に不快でした.” Yolanda yang gak ngerti langsung bertanya kepada Citra, “Apa artinya?”

“Dia risih jadi pusat perhatian begini.” Jawab Citra, “Ya lagian siapa suruh lo gak sopan sama kating begitu!!!” Omelnya.

“Aku juga tidak paham kenapa aku bisa seperti itu,” Ujar Riri. “Aku kaget kenapa aku terlalu terang-terangan menunjukan ketidaksukaanku terhadapnya.”

“Emangnya elo pernah punya masalah sama Kak Karin?” Tanya Yolanda.

Riri menggeleng, “Gak punya.”

Citra menaikan alisnya sebelah, “Terus kenapa lo bisa gak sopan begitu sama dia?”

“Maaf aku tidak bisa bilang. Ini masalah pribadiku.”


(*Anggap aja ini pake bahasa Jepang ya)

Elang menarik lengan Riri ketika mereka sudah sampai apartemennya.

“SAKITTTTT!!!!” Seru Riri, meringis kesakitan.

Pemuda ini langsung melepaskan pegangannya dan meminta maaf kepada Riri, “Maaf.”

Riri bersedekap dada sambil menatap Elang dan berdecih, “Minta maaf buat apa Kak? Buat udah punya pacar atau karena lengan aku?” Tanya gadis kecil itu dengan sarkas.

“Ri.” Ujar Elang, “Dengerin aku dulu.”

Riri duduk di atas sofa sambil menyilangkan kakinya, “Oke aku dengerin. Tapi abis ini biarin aku pergi dari sini. Aku udah gak mau liat muka kamu lagi.”

Pemuda itu langsung duduk di bawah sofa dan menggenggam tangan kanan Riri, “Ri jangan kayak gini, aku tau aku salah udah ingkar janji. Tapi kamu gak bisa kayak gitu.”

Riri menarik tangan kanannya yang digenggam Elang kemudian berdiri dan bersiap untuk pergi dari sini, “Kamu tau aku paling benci sama orang yang suka ingkar janji, tapi kamu malah ingkar.” Ucapnya, “I hate you so much kak. I really really hate you.”

Graduation

Vicky gak tau harus seneng atau sedih.

Sedihnya itu karena harus pisah sama temen-temennya dan seneng karena akhirnya dia udah lulus.

Acara dimulai jam 10 pagi maka dari itu Vicky dan teman-temannya sudah ke salon dari jam 7 pagi. 

Yang datang pertama itu Laura, karena dia yang punya salon. Dan Vicky adalah orang terakhir yang datang.

“Elo pasti gegana ya dari semalem?” Kata Sabrina mencoba menebak. Susan, Laura, dan Vicky mengerutkan dahi mereka bingung.

“Gegana tuh apa?” Tanya Susan.

“Gelisah galau merana.” Sahut Evelyn bersenandung.

Vicky menghembuskan nafasnya pelan, “Yes, of course.” Ia membenarkan perkataan Sabrina, “Should i be happy or sad? I don't even know.”

Susan menaikan alisnya sebelah, “Why are you sad? Who hurt you, babe?”

“Lo gak tau beneran apa pura pura gak tau?” Tanya Laura.

Gadis itu diam sebentar.

Bukan, bukan karena tertohok sama pertanyaan Laura. Tapi Susan itu memang agak lemot di antara teman-temannya.

“Lo tau, lahir di keluarga kaya kita gini gak berarti bahagia. Kecuali Susan ya.” Jelas Vicky, “Pakaian sehari-hari selalu diatur, sekolah diatur, bahkan masalah percintaan pun diatur.”

Gadis bernama lengkap Vicky Jang Hanasta itu memejamkan matanya.

“Kalo masalah yang lain oke deh gapapa gue masih bisa terima. But why is it that love affairs are also arranged? Kenapa masalah percintaan gue juga diatur gitu loh?” Lanjutnya.

Laura, Evelyn, Sabrina, dan Susan menatap Vicky dengan sedih.

Mereka mengerti apa yang dirasakan oleh gadis itu, karena mereka pun juga merasakannya. Tapi cuma Susan yang masalah percintaannya gak diatur sama keluarganya.

Makanya terkadang teman-temannya yang lain iri sama Susan.

“Udah udah gak usah dipikirin lagi. Kita seneng-seneng aja hari ini. Urusan sedih belakangan.” Ujar Sabrina mencairkan suasana, “Kalian gak lupa kan kalo kita bakalan satu kampus dan satu fakultas?”

“Satu gedung apartemen juga.” Sahut Evelyn.

“NAHHHHHHH!!! Udah gak usah sedih lagi ya sayang-sayangku.” Kata Sabrina menenangkan teman-temannya, “We must happy in our graduation party!!!! “

Diam diam Vicky tersenyum senang karena masih memiliki mereka disisinya.


“Gak kerasa ya?” Vicky mengangguk.

Pemuda ini meneguk orange juice nya dan meletakkan gelasnya di atas meja. Lalu ia menoleh ke Vicky dan memperhatikan setiap inti wajahnya.

“Kamu cantik.” Ujarnya.

Biasanya Vicky akan senang begitu dipuji oleh pemuda ini, tapi sekarang ia malah sedih. Sangat sedih. Bahkan rasanya ia ingin menangis saat ini juga.

“Liat aku dong.” Pinta pemuda ini. Vicky menggeleng, “Gak mau. Nanti aku nangis.” Ujarnya jujur.

Travis, pemuda yang ada di samping Vicky ini terkekeh, “Gapapa nangis aja. Mumpung cuma ada kita disini.”

Vicky langsung menoleh sambil menunduk.

Ia mencoba menguatkan dirinya untuk tidak menangis di hadapan cinta pertamanya itu.

Ia adalah orang yang selalu ada di sampingnya disaat Vicky membutuhkannya.

Ia adalah orang yang selalu berusaha membuat Vicky bahagia disaat ia sedih.

Travis adalah satu satunya orang yang bisa mewujudkan keinginan Vicky untuk hidup seperti orang-orang biasa.

Sudah terlalu banyak kenangan yang mereka buat.

Dan Vicky akan selalu mengingatnya sampai kapan pun.

Kemudian gadis ini langsung menatap Travis sambil tersenyum, “Nah gitu dong senyum. Kan jadi makin cantik.” Kata Travis.

“Thank you, Trav. Kamu juga ganteng banget hari ini.” Balas Vicky.

Travis langsung tersipu malu.

“Vicky,” Panggil pemuda ini.

“Ya? Kenapa?” Sahut Vicky.

Can i hug you? Maybe for the last time?

Of course you can.”

Mereka pun berpelukan sambil mengucapkan banyak terima kasih dan maaf kepada satu sama lain.

Terima kasih atas kenangannya,

dan maaf karena kisah mereka harus sampai disini saja.


Its okay to crying, we know that you've been holding it in for a long time.” Kata Evelyn.

Vicky langsung menangis hebat di hadapan teman-temannya saat itu juga.

We're Toxic

Sophia Nohara Maheswari.

Gadis ini sangat amat terkenal karena wajahnya yang cantik, attitudenya yang sangat santun, otak yang pintar, dan juga pribadi yang sangat baik.

Semua orang tau kalau Sophia ini punya pacar yang jauh lebih terkenal daripada dirinya.

Betul.

Jenandra Milano April adalah orangnya.

Ia adalah pemuda yang disegani oleh semua angkatan karena sifatnya yang sangat disiplin dan tegas.

Hanya di hadapan Sophia lah dirinya takluk.

Hanya di hadapan Sophia lah dirinya menjadi orang yang perhatian.

Dan hanya di hadapan Sophia lah dirinya bisa berkeluh kesah.

Tapi sejujurnya dibalik hubungan yang terlihat adem-adem begitu, sebenarnya hubungan mereka berdua itu toxic.

Mereka sama-sama posesif dan kasar.

Jika Sophia atau Jenan ketahuan sedang berinteraksi dengan orang lain, mereka akan saling melempar makian dan parahnya lagi mereka sampai main tangan.

“Bukannya gue udah bilang ya kalo gue gak suka liat lo ngobrol sama cewek lain?” Sophia dengan kesal melempar wajah Jenandra dengan buku tebal yang ada di tangannya, “Lo udah tau kan kalo elo kayak gini bakal gue apain?”

Jenan hanya diam saja.

Sebenarnya ia kesal karena Sophia terlalu mengekangnya begini. Tapi mau marah pun juga gak bisa, karena ia akan seperti Sophia jika gadis itu berbuat kesalahan.

Segala macam barang sudah Sophia lempar ke Jenandra. Baik yang berbahan plastik maupun kaca.

Kamar Sophia yang tadinya bersih dan rapi kini menjadi berantakan dan juga sangat kotor akibat banyaknya darah yang berceceran di lantai.

“Maafin aku ya? Aku janji gak akan kayak gitu lagi.“Jenandra akhirnya buka mulut, “Aku gak akan ngobrol sama siapa-siapa lagi selain kamu, Bunda, dan Jihan.” Ia memohon sambil mengadahkan kepalanya agar Sophia melihat wajahnya.

Gadis itu menunduk dan menangkup wajah Jenandra dan menyingkirkan rambut pemuda itu agar tidak menghalangi matanya.

“Aku sayang banget sama kamu.” Kata Sophia, ikut duduk di depan Jenandra. Kemudian ia memeluk pemuda itu, “Kamu jangan tinggalin aku ya.”

Jenandra mengangguk dan membalas pelukannya, “Iyaaa.”

We're Toxic

Sophia Novara Maheswari.

Gadis ini sangat amat terkenal karena wajahnya yang cantik, attitudenya yang sangat santun, otak yang pintar, dan juga pribadi yang sangat baik.

Semua orang tau kalau Sophia ini punya pacar yang jauh lebih terkenal daripada dirinya.

Betul.

Jenandra Milano April adalah orangnya.

Ia adalah pemuda yang disegani oleh semua angkatan karena sifatnya yang sangat disiplin dan tegas.

Hanya di hadapan Sophia lah dirinya takluk.

Hanya di hadapan Sophia lah dirinya menjadi orang yang perhatian.

Dan hanya di hadapan Sophia lah dirinya bisa berkeluh kesah.

Tapi sejujurnya dibalik hubungan yang terlihat adem-adem begitu, sebenarnya hubungan mereka berdua itu toxic.

Mereka sama-sama posesif dan kasar.

Jika Sophia atau Jenan ketahuan sedang berinteraksi dengan orang lain, mereka akan saling melempar makian dan parahnya lagi mereka sampai main tangan.

“Bukannya gue udah bilang ya kalo gue gak suka liat lo ngobrol sama cewek lain?” Sophia dengan kesal melempar wajah Jenandra dengan buku tebal yang ada di tangannya, “Lo udah tau kan kalo elo kayak gini bakal gue apain?”

Jenan hanya diam saja.

Sebenarnya ia kesal karena Sophia terlalu mengekangnya begini. Tapi mau marah pun juga gak bisa, karena ia akan seperti Sophia jika gadis itu berbuat kesalahan.

Segala macam barang sudah Sophia lempar ke Jenandra. Baik yang berbahan plastik maupun kaca.

Kamar Sophia yang tadinya bersih dan rapi kini menjadi berantakan dan juga sangat kotor akibat banyaknya darah yang berceceran di lantai.

“Maafin aku ya? Aku janji gak akan kayak gitu lagi.“Jenandra akhirnya buka mulut, “Aku gak akan ngobrol sama siapa-siapa lagi selain kamu, Bunda, dan Jihan.” Ia memohon sambil mengadahkan kepalanya agar Sophia melihat wajahnya.

Gadis itu menunduk dan menangkup wajah Jenandra dan menyingkirkan rambut pemuda itu agar tidak menghalangi matanya.

“Aku sayang banget sama kamu.” Kata Sophia, ikut duduk di depan Jenandra. Kemudian ia memeluk pemuda itu, “Kamu jangan tinggalin aku ya.”

Jenandra mengangguk dan membalas pelukannya, “Iyaaa.”

Happy birthday, Keara

Berteman sejak akhir masa putih abu-abu sampai sekarang sudah semester 4 gak bikin pertemanan mereka bertiga runtuh.

Banyak lika liku dalam perjalanan persahabatan mereka.

Salah satu contohnya adalah waktu Keara mengetahui kalau Bayu dan Heksa sama-sama sedang memperjuangkannya diam-diam.

Bukan.

Bukan taruhan. Kalian pernah dengar kan istilah kata 'Cinta datang karena terbiasa' ?

Ya begitu lah yang mereka berdua (Bayu dan Heksa) rasakan saat itu.

Mereka jatuh cinta dengan Keara karena gadis itu selalu ada di sisi mereka setiap waktu.

Entah itu waktu suka maupun duka.

Keara sampai rela 'menggunakan' orang lain agar kedua temannya itu tidak 'memperebutkan' dirinya lagi.

Ia tidak bisa memilih di antara keduanya, karena Keara memang tidak bisaㅡbahkan tidak akan pernah jatuh cinta dengan mereka.

Memang, dulunya ia sangat senang karena bisa berteman dengan cowok hits modelan Heksa dan Bayu.

Tapi begitu ia tau sifat dan kelakuan asli keduanya, Keara menyesal karena pernah membanggakan dirinya bisa berteman dengan mereka.

Waktu pun berlalu hari demi hari.

Mereka mulai sibuk dengan dunia perkuliahan masing-masing.

Walaupun masih satu almamater, mereka ini beda fakultas dan jarak fakultas mereka itu sangaaaaatttt jauuuuhhhhh.

Heksa FT, Bayu FISIP, dan Keara FEB.

Maka dari itu setiap seminggu sekali mereka akan selalu main ke apartemen Keara untuk quality time.

Tetapi waktu Heksa dan Bayu mulai 'mengenal' perempuan lain, intensitas waktu bertemu mereka semakin berkurang.

Iyalah.

Soalnya kan mereka sibuk sama pasangan masing-masing.

Gak munafik. Keara 'sedikit' sedih karena itu. Mau bagaimana lagi? Kan dunia mereka gak cuma berpusat di Keara aja.

Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 21.

Biasanya kedua begundal itu sudah sibuk bertanya tanya ke Keara 'mau kado apa?' atau 'mau di rayain dimana?' dan lain sebagainya.

Tapi sekarang sepertinya dua orang itu lupa kalau hari ini adalah ulang tahunnya.

“Happy birthday to me.”

Keara merapalkan doa dalam hati dan meniup lilinnya.

Jadi begini ya rasanya merayakan ulang tahun sendirian?

Hampa, sepi, dan juga sunyi.

Gadis itu meletakkan kue yang ada di tangannya ini ke dalam kulkas dan membereskan beberapa barang yang ada di atas meja ruang tengahnya sebelum pergi tidur.

“Good night and happy birthday, Keara.”

It's you

Gadis berwajah kucing ini sangat terkejut ketika mendengar suara yang sudah lama ia lupakan kembali lagi terdengar.

Awalnya ia kira ini hanya halusinasi semata, tapi lama kelamaan suara tersebut semakin jelas di telinganya.

Ia mengaduk kopi yang ada di dalam gelasnya dan cepat-cepat keluar dari dapur agar tidak bertemu dengan si pemilik suara itu.

“IYA BANGSㅡ” Jeremy langsung menghentikan langkahnya dan melipir ketika seorang gadis tengah berjalan keluar dapur sambil menunduk.

“Kalo jalan jangan nunduk mbak.” Tegur pemuda Hanandi itu.

Raisa membalakan matanya dan menghentikan langkahnya sesaat. Ia bimbang ingin merespon teguran Jeremy atau tidak, tapi karena ia sedang berusaha untuk menghindarinya, jadi gadis ini langsung berjalan begitu saja tanpa bicara apa-apa.

“Lah dicuekin gua?” Gumam Jeremy, menatap punggung gadis tadi.

Kemudian Jeremy langsung memasuki dapur untuk menyeduh kopi untuk dirinya dan Sammy. Padahal temannya itu ada di depan Tv, tapi tidak mau membuat sendiri.

Untung mood Jeremy sedang baik, jadi ia tidak mengomel ke Sammy.

Sambil mengaduk kopinya, Jeremy memikirkan tentang perempuan yang tadi tidak meresponnya.

Sekilas perempuan itu mirip dengan mantan pacarnya waktu SMA dulu. Rambut panjang dan tinggi badannya.

Samar-samar ia mengingat piyama yang dipakai gadis tadi.

Piyama yang sama dengan miliknya tetapi hanya berbeda warna saja.

Apa mungkin itu dia?

“Ah gak mungkin.” Kata Jeremy bermawas diri.

“Hello angry bird.” Sapa seorang gadis berponi dengan gelas berwarna ungu di tangannya.

Jeremy tersadar dari lamunannya dan menoleh ke gadis tadi, “Hello na-bi (kupu-kupu).” Sahutnya.

Gadis itu adalah teman sekelasnya, Nina Adhia Hong.

Kenapa dipanggil na-bi ? Karena gadis itu sangat suka sekali menonton nevertheless dan menyamakan dirinya dengan sang tokoh utama, yoo na bi, jadi Justin dan Jeremy kadang-kadang memanggilnya dengan na-bi.

Justin, Jeremy, dan Nina sama-sama jurusan teknik komputer, tetapi berada di kelas yang berbeda.

Jeremy dan Nina di kelas A, sedangkan Justin di kelas B.

Semoga di semester depan mereka bisa sekelas ya.

“Lo pasti mau begadang buat ngerjain tugas ya?” Tebak Nina, Jeremy mengangguk. “Iya, nin. Deadline juga soalnya. Kalo gak deadline gua ogah dah begadang.”

“Lu sendiri mau ngapain? Begadang juga?” Tanya Jeremy.

Nina menggeleng, “Nggak kok. Gue mau bikin susu.” Ia menuangkan dua sendok susu vanilla bubuk ke dalam gelasnya.

Jeremy manggut-manggut sambil ber-ooh ria.

Beberapa saat kemudian ia mendapatkan sebuah ide untuk bertanya ke Nina tentang siapa saja nama nama penghuni Srikandi.

“Hmmm, seinget gue di kamar satu ada Riri sama Nayya, terus kamar dua ada Citra sama Yolanda, kamar tiga gue sama amanda, kamar empat si cewek itu sama gebiㅡ”

“Cewek itu siapa?” Tanya Jeremy menginterupsi.

Nina mengibaskan tangan kanannya, “Ah lo gak perlu tau lah dia siapa. Gak penting.” Ujarnya.

Kemudian gadis itu melanjutkan pernyataannya tadi, “Terus kamar lima ada Aluna sama Raisa, dan kamar terakhir ada Samantha dan Olivia. Kamar yang suasananya paling serem dan paling dingin.” Ia sampai merinding sendiri membayangkannya.

“Raisa Kaluna bukan namanya yang di kamar lima?” Jeremy bertanya lagi. “Mukanya mirip kucing.”

Nina tampak mengingat ngingat sebentar kemudian mengangguk.

“NAHHHH BENERRRR. Raisa Kaluna, anak management. Satu jurusan sama Arka Hutama.”

jeremywalton sa kamu asrama di kalingga juga? kok gak cerita ke aku?

raisakaluna gak penting jer lagipula kamu udh bukan siapa siapa

jeremywalton maaf sa

raisakaluna yaaa

“SA LO KENAPA? KOK NANGIS?”

Cowok tkj dan Cewek Osis

Gadis berpipi chubby ini tak habis pikir dengan pemuda jangkung yang ada di hadapannya.

Terlambat hampir setiap hari selasa.

Saat ia tanya apa alasannya, pemuda itu langsung menjawab dengan jawaban yang menurutnya tak masuk akal.

“Soalnya saya suka diomelin kamu.”

Begitulah kira kira jawabannya.

Gadis bernama lengkap Kinan Margaretha ini hanya bisa menghela nafasnya setiap kali mendengar jawaban itu keluar dari mulut pemuda itu lagi.

“Saya harus apa biar kamu gak terus terusan terlambat kayak gini?” Tanya Kinan yang mulai kesal sendiri.

Keenan langsung menaikan alisnya sebelah sambil menatap Kinan dengan senyuman tengilnya, “Ya kamu harus jadi pacar saya.” Ujarnya sambil menundukan tubuhnya dan membisiki gadis itu, “Gampang kan?”

Refleks, gadis ini langsung memukul kepala pemuda itu dengan buku tebal yang ia bawa.

“Mending kamu pergi deh dari sini.” Kata gadis ini dengan kesal, “Saya males berurusan sama orang kayak kamu.”

Kinan balik badan dan berjalan meninggalkan Keenan yang sedang berfikir ditempat. Ia harus mendapatkan attention dari gadis itu bagaimana pun caranya.

Karena otak Keenan yang encer, ia pun langsung mendapatkan sebuah ide dan mengejar gadis chubby itu.

Lalu pemuda dengan tahi lalat di bawah matanya itu berdiri di depan Kinan sambil merentangkan kedua tangannya seolah menjadi pagar penghalang.

“Permisi.” Ujar gadis ini sambil berjalan ke samping kanan.

Tapi Keenan malah mengikuti kemana gadis itu melangkah dan menghadangnya sambil menggeleng, “Nggak.”

Kinan menghela nafasnya kesal kemudian berjalan ke kiri dan di ikuti kembali oleh pemuda tampan ini.

“Gua bakalan minggir,” Kata pemuda ini sambil mengeluarkan handphonenya dari saku celananya, “Kalo lu kasih kontak lu ke gua.”

Kinan pun menggeleng, “Gak akan saya kasih. Karena saya gak kenal sama kamu.” Tegasnya.

“Nama gua siapa?” Keenan malah bertanya.

Kinan menghela nafas dan membuka buku tebalnya lalu membacakan biodata dari pemuda ini, “Keenan Calvino Aditama, kelas dua belas TKJ satu, sepupu dari Marcelo Darius Aditama.” Ia pun langsung menutup bukunya dan menatap pemuda yang sedang menatapnya ini.

“Kenapa natap saya kayak gitu?” Tanya Kinan.

Lalu Keenan langsung tersenyum lebar, “Nah itu tau.” Ujarnya sambil menyodorkan handphone hitamnya, “Sekarang tinggal kasih gua kontak lu.”

Kinan tetap menggeleng kekeuh, “Saya tetep gak mau ngasih kontak saya ke kamu.”

“Kalo lu gak ngasih, gua bakal bilang ke ketos lu kalo kerja lu gak becus.” Ancam Keenan.

Kinan pun langsung terdiam mendengar ancaman itu. Karena baginya dimarahi oleh ketua osisnya sama dengan kiamat kecil disini.

Ia tak punya pilihan lagi.

“Yaudah mana sini handphone kamu.” Ujarnya pasrah.

“Nah gitu dong daritadi.” Keenan pun memberikan handphonenya sambil tersenyum senang.

Kinan pun memberikan lagi handphone Keenan lalu diterima oleh sang pemilik dengan senang hati, “Udah puas belum?”

Keenan langsung mengangguk dan kembali membisiki gadis chubby ini sebelum berlalu, “Jangan lupa besok malem.”

Kinan menaikan alisnya sebelah, “Maksudnya?”

“Ya tunggu aja besok malem.” Kata Keenan sambil berjalan menjauhi Kinan yang sedang kebingungan di tempatnya.

Sungguh pemuda yang aneh.

Aku gak bisa

Lima bulan terakhir ini Rafly ngerasa kalau Jihan gak pernah ada waktu buat dia. Jangankan buat main, buat sekedar ngabarin aja tuh gak ada sama sekali.

Padahal dirinya yang lebih sibuk dari Jihan aja masih sempet buat ngabarin walaupun cuma lewat chat.

Setiap malam Rafly selalu menyibukkan dirinya supaya dia gak kepikiran sama Jihan.

Bahkan dia sampai rela mengerjakan tugas teman-temannya (tentunya dibayar yaaa) agar ia tak memikirkan Jihan.

Heksa, Satya, Jason, dan Jeremy selalu mengomeli adik nya itu karena terlalu memaksakan dirinya.

“Udah stop lu gak usah maksain diri lagi!” Omel Heksa, mengambil alih laptop Rafly dan men-save tugas yang tadi dikerjakan adiknya.

Jason, Satya, dan Jeremy sampai kaget ketika melihat dan mendengar Heksa semarah ini.

Karena selama hampir 2 tahun mereka tinggal di sini, Heksa tidak pernah semarah ini.

Rafly berdecak kesal dan mencoba mendorong Heksa agar pemuda yang lebih tua dua tahun darinya itu tak menghalangi pandangannya.

“Ck. Ngapain sih bang? Lu gak liat gua lagi kerja?!” Bentak pemuda bernama lengkap Rafly Sanjaya itu.

“Berani lu bentak gua?!” Balas Heksa tak kalah kesal.

Entah setan mana yang merasuki Rafly, tiba-tiba pemuda itu langsung berdiri dan mendorong Heksa sampai ia terjatuh ke lantai.

Ketiga pemuda itu hendak memisahkan mereka berdua, tetapi Heksa memberi isyarat ke mereka untuk diam.

“EMANG LU SIAPA YANG HARUS GUA TAKUTIN?!” Sungut Rafly dengan nada tinggi.

Heksa berdecih lalu berdiri dan mendekat ke hadapan Rafly, “Keren juga mulut lu ya.” Heksa tertawa sarkas, “Kita begini karena kita sayang sama lu. Kalo ada apa apa gausah dipendem, kalo butuh bantuan ngomong, kalo butuh temen cerita ngomong, jangan nyiksa diri sendiri anjing.”

Kemudian Heksa menggulung beberapa proposal yang ada di atas meja belajar Rafly, lalu menampar wajah Rafly dengan gulungan itu.

“Kalo kita gak sayang, kita gak akan capek-capek negor lu begini. Mau lu bunuh diri kek, mau lu ngapain kek, gak akan kita peduliin. Lu lu gua gua.” Kata Heksa.

Lalu Heksa keluar dari kamar Rafly meninggalkan keempat pemuda yang masih diam.

Satya langsung membereskan barang-barang yang berserakan, lalu Jason dan Jeremy menenangkan Rafly.

“Lu gapapa?” Tanya Jeremy.

Rafly menggeleng lemas sambil memegang pipi kirinya yang memerah karena ulah Heksa tadi, “Gapapa.”

Jason, Jeremy, dan Satya langsung menghembuskan nafas lega.

“Tenangin diri lu dulu sekarang. Nanti ada tamu mau dateng.” Kata Satya setelah melihat notifikasi handphonenya.

“Siapa?” Tanya Rafly.

“Ibu kost.” Jawab Satya asal.

Ini kalo suasananya gak lagi begini Jason sama Jeremy udah ketawa kayaknya.

“Oh oke.” Kata Rafly

Satya langsung mengajak kedua temannya untuk keluar dari sini, “Kita keluar ya. Mau beres-beres ruang tamu bawah dulu.” Ujar Satya, pamit undur diri.

Rafly mengangguk, “Iyaa bang. Sorry ya gak bisa bantuin.”

“Santai aja.” Kata Jeremy sebelum menutup pintu kamar Rafly.

Kemudian pemuda ini merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

Ia sangat lelah.


Rafly menggeliat tak nyaman karena sebuah tepukan di pipi kanan dan kirinya.

Ternyata ia ketiduran sampai malam.

“Bangun.”

Kok ada suara Jihan?

Awalnya Rafly kira dia sedang berhalusinasi mendengar suara Jihan, tetapi begitu pipinya dicubit pelan, pemuda itu langsung membuka matanya.

“Bangun juga akhirnya.”

Rafly masih terdiam di tempatnya.

Ini beneran Jihan gak sih?

“Iya ini Jihan beneran.” Kata gadis itu, seolah bisa menjawab pertanyaan yang ada di dalam pikiran Rafly.

Kemudian Rafly mendudukan dirinya dan menatap Jihan intens, “Ini beneran kamu?” Ia mencubit pelan kedua pipi Jihan yang menurutnya tambah chubby itu.

Gadis bernama lengkap Jihan Xavierre April ini melepaskan kedua tangan Rafly yang ada di pipinya dan langsung memeluk pemuda itu sambil menangis.

“Maafin aku.” Ujarnya, “Aku salah banget ke kamu. Aku udah jahat banget sama kamu.”

Rafly membalas pelukan Jihan dan ikut menangis, “Kamu kemana aja Jihan?” Padahal banyak yang ingin Rafly tanyakan, tapi hanya pertanyaan itu yang bisa ia lontarkan. “Aku kangen sama kamu, kangeeeeen banget.”

Jihan mengeratkan pelukannya sambil terus meminta maaf, “Maafin aku.”

Semua perasaan marah Rafly mendadak hilang ketika melihat Jihan ada di hadapannya saat ini.

Tapi ia masih sulit untuk memaafkan Jihan karena ia masih belum tau kemana perginya gadis itu selama lima bulan belakangan ini.

“Aku bakal maafin kamu kalo kamu cerita semuanya ke aku.” Kata Rafly.

Jihan melepaskan pelukannya dan menatp wajah Rafly, “Maaf.”

“Maaf kenap—”

“Aku gak bisa cerita ke kamu.”

1 : Pagi Ini

Entah kesambet apa, hari ini Juan berangkat lebih pagi dari sebelumnya. Biasanya pemuda itu akan sampai di sekolah ketika bel masuk berbunyi.

Sebenarnya ia masuk pagi begini juga karena ada alasannya sih.

Ia ingin tau siapa orang yang selalu meletakkan makanan dan minuman di kolong mejanya setiap hari.

Sebelum masuk ke kelasnya, ia mampir ke kelas Ips dulu karena ada Iwan dan Belina yang sudah datang.

“Tumben lu udah dateng pagi-pagi begini.” Kata Iwan.

Belina yang sedang memakan nasi uduk di sebelah Iwan mengangguk setuju, “Iya, ju. Kok tumben udah dateng?” Sahutnya.

Juju dan Iwan adalah nama pemberian dari Travis dan Raka untuk membedakan mereka berdua. Juju untuk Juan sudrajat, dan Iwan untuk Juan melvino.

Juan (Juju) mengedarkan matanya ke seluruh kelas ini terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari kedua temannya semasa ospek itu.

“Aman kok. Cuma ada gua sama teteh doang.” Kata Iwan.

Juju menghembuskan nafas lega.

Gadis bersurai pendek ini menaikan alisnya sebelah, “Kenapa sih? Kok kayaknya takut banget ada yang denger?” Tanya Belina, sedikit menaikan volume suaranya.

Juju menempelkan jari telunjuknya di atas bibir, “SHHHHHTTTTTTTTTT!!!!!!” Belina pun langsung menutup mulutnya.

“Lu pada tau kan setiap hari di atas meja gua selalu ada makanan sama minuman?” Tanya Juju.

Iwan dan Belina mengangguk.

“Nah gua mau nyari tau siapa orangnya.”

Iwan dan Belina langsung ber-oh ria.

“Fans lu kali ju.” Kata Iwan, “Fans lu kan bejibun.” Belina menoleh dan menoyor kepala Iwan, “Ngaca goblog.”

Juju menggeleng, “Sayangnya bukan.” Ia mengeluarkan beberapa kertas dari dalam tasnya, “Coba lu baca nih.”

Belina dan Iwan mengambil beberapa kertas tersebut dan membacanya satu persatu.

Di setiap surat terdapat kata yang sama, yaitu ; i have crush on you untill now.

“Kata gua ini orang udah suka sama lu dari lama. Tapi dia gak berani confess langsung.” Kata Iwan sambil meneliti semua kertas surat yang ada di atas meja.

Belina menutup kotak bekalnya dan menggebrak mejanya, “BUAT APA MASIH DISINI ANJIR????? AYO KITA KE KELAS LO SEKARANG!!!!!!” Seru gadis tomboy berdarah sunda ini kepada dua pemuda itu.

Lalu mereka bertiga keluar dari kelas Ips, menuju kelas Juju yang ada di dekat tangga.

Keadaan sekolah masih cukup sepi.

Bahkan langit pun masih gelap.

Mereka sedikit mempercepat langkah mereka menuju kelas Juju.

“Kalo ketemu orangnya, mau lu terima apa nggak?” Tanya Belina.

“Nggak lah.” Jawab Juju dengan mantap, “Gua udah suka sama orang lain.”

Belina dan Iwan menghentikan langkah mereka.

“DIH ANJIR GAK CERITA!” Omel mereka.

Juju langsung mengisyaratkan mereka untuk diam dan sedikit menundukan badan mereka ketika sampai di depan kelas mereka.

Mereka bertiga berjalan jongkok sampai ke jendela nomor dua dari belakang.

Kemudian mereka mengintip ke dalamnya dan mendapati seorang gadis bersurai panjang tengah menempelkan sebuah sticky note di atas meja Juju.

Belina hampir aja teriak kalau mulutnya gak di tutup paksa sama Iwan.

“ITU SI MELINDA KAN?” Tanya Belina sambil bisik-bisik.

Iwan dan Juju mengangguk bersamaan.

“Ayo masuk sekarang.” Kata Belina, “Mumpung masih sepi.” Juju menurut dan masuk ke dalam kelasnya dengan santai.

Who's the girl?

Pagi ini Risa berangkat bareng sama Juju alias Juan, padahal biasanya gadis berdarah sunda ini selalu berangkat bersama papanya atau diantar supir keluarganya.

Tadi pagi-pagi buta Juan udah dateng kerumah buat izin mau ngajak Risa berangkat dan pulang bareng ke Papa dan Mamanya.

Mungkin karena rumah mereka cuma depan-belakangan aja kali ya, makanya Papa dan Mama Risa langsung mengizinkan anaknya itu berangkat dan pulang bareng Juan.

Karena nanti mereka ikut berlomba, jadi Risa dan Juan langsung memakai setelan olahraga bebas ; celana olahraga sekolah dengan atasan baju bebas.

Tapi mereka tetap membawa seragam putih abu-abu mereka untuk berjaga-jaga bila disuruh untuk ganti baju oleh guru.

“Sini dibantuin.” Ujar Juan sambil sedikit menundukan tubuhnya ke hadapan Risa.

Iya, daritadi Risa kesulitan untuk membuka tali pengait helmnya.

Gadis ini sedikit 'mendongakan' kepalanya untuk mempermudah si pemuda melepaskannya.

Juan rasanya ingin mencubit hidung mancung gadis yang ada di hadapannya ini.

Ia sangat gemas dengan ekspresi kosong Risa.

“Ini pengaitnya udah rusak, nanti pulangnya kita beli helm ya.” Kata Juan ketika melihat pengait helm milik Risa yang sudah rusak.

“Ng..... Tapi kan gue jarang naik motor, Ju.” Kata Risa tidak enak hati. Ia tak mau menatap wajah Juan karena takut pemuda itu marah.

Juan terkekeh melihat Risa yang sedang menatap sepatunya sambil memainkan ujung tali ransel merah mudanya.

DUH INI MAH GAK AMAN BUAT JANTUNG!!!!!!

Kata Juan dalam hati.

Gak tau kesambet apa, tiba-tiba Juan mengulurkan tangan kanannya untuk menangkup kedua pipi Risa.

Gadis ini terkejut dan langsung menatap Juan, “LWEPASHHH JWUUUU!!!” Ia memukul tangan kanan Juan pelan.

“Makanya kalo lagi diajak ngomong tuh liatnya ke orangnya, bukan ke sepatu.” Kata Juan, melepaskan tangannya dari pipi Risa.

Risa langsung meringis sambil mengusap ngusap pipinya, “Yaudah gue minta maaf.”

Pemuda yang lebih tinggi darinya itu menjulurkan lidahnya dan berlari meninggalkannya, “GAK GUA MAAFIN WLEEEEEE!!!” Ucapnya.

Risa membalakan matanya dan langsung mengejar Juan, “JUAN IH NYEBELIN BANGET MALAH NINGGALIN!!!!” Omel Risa.

“Yakin masih mau naksir dia?”

Seorang gadis dengan gelang berwarna merah marun di tangan kirinya itu sedang memperhatikan Juan dan Risa dari lantai dua.

Kemudian menumpukan wajahnya di atas kedua tangannya dan menghembuskan nafasnya pelan.

“Gak tau.” Jawabnya, “Gue masih belum kapok soalnya.”