Aku gak bisa

Lima bulan terakhir ini Rafly ngerasa kalau Jihan gak pernah ada waktu buat dia. Jangankan buat main, buat sekedar ngabarin aja tuh gak ada sama sekali.

Padahal dirinya yang lebih sibuk dari Jihan aja masih sempet buat ngabarin walaupun cuma lewat chat.

Setiap malam Rafly selalu menyibukkan dirinya supaya dia gak kepikiran sama Jihan.

Bahkan dia sampai rela mengerjakan tugas teman-temannya (tentunya dibayar yaaa) agar ia tak memikirkan Jihan.

Heksa, Satya, Jason, dan Jeremy selalu mengomeli adik nya itu karena terlalu memaksakan dirinya.

“Udah stop lu gak usah maksain diri lagi!” Omel Heksa, mengambil alih laptop Rafly dan men-save tugas yang tadi dikerjakan adiknya.

Jason, Satya, dan Jeremy sampai kaget ketika melihat dan mendengar Heksa semarah ini.

Karena selama hampir 2 tahun mereka tinggal di sini, Heksa tidak pernah semarah ini.

Rafly berdecak kesal dan mencoba mendorong Heksa agar pemuda yang lebih tua dua tahun darinya itu tak menghalangi pandangannya.

“Ck. Ngapain sih bang? Lu gak liat gua lagi kerja?!” Bentak pemuda bernama lengkap Rafly Sanjaya itu.

“Berani lu bentak gua?!” Balas Heksa tak kalah kesal.

Entah setan mana yang merasuki Rafly, tiba-tiba pemuda itu langsung berdiri dan mendorong Heksa sampai ia terjatuh ke lantai.

Ketiga pemuda itu hendak memisahkan mereka berdua, tetapi Heksa memberi isyarat ke mereka untuk diam.

“EMANG LU SIAPA YANG HARUS GUA TAKUTIN?!” Sungut Rafly dengan nada tinggi.

Heksa berdecih lalu berdiri dan mendekat ke hadapan Rafly, “Keren juga mulut lu ya.” Heksa tertawa sarkas, “Kita begini karena kita sayang sama lu. Kalo ada apa apa gausah dipendem, kalo butuh bantuan ngomong, kalo butuh temen cerita ngomong, jangan nyiksa diri sendiri anjing.”

Kemudian Heksa menggulung beberapa proposal yang ada di atas meja belajar Rafly, lalu menampar wajah Rafly dengan gulungan itu.

“Kalo kita gak sayang, kita gak akan capek-capek negor lu begini. Mau lu bunuh diri kek, mau lu ngapain kek, gak akan kita peduliin. Lu lu gua gua.” Kata Heksa.

Lalu Heksa keluar dari kamar Rafly meninggalkan keempat pemuda yang masih diam.

Satya langsung membereskan barang-barang yang berserakan, lalu Jason dan Jeremy menenangkan Rafly.

“Lu gapapa?” Tanya Jeremy.

Rafly menggeleng lemas sambil memegang pipi kirinya yang memerah karena ulah Heksa tadi, “Gapapa.”

Jason, Jeremy, dan Satya langsung menghembuskan nafas lega.

“Tenangin diri lu dulu sekarang. Nanti ada tamu mau dateng.” Kata Satya setelah melihat notifikasi handphonenya.

“Siapa?” Tanya Rafly.

“Ibu kost.” Jawab Satya asal.

Ini kalo suasananya gak lagi begini Jason sama Jeremy udah ketawa kayaknya.

“Oh oke.” Kata Rafly

Satya langsung mengajak kedua temannya untuk keluar dari sini, “Kita keluar ya. Mau beres-beres ruang tamu bawah dulu.” Ujar Satya, pamit undur diri.

Rafly mengangguk, “Iyaa bang. Sorry ya gak bisa bantuin.”

“Santai aja.” Kata Jeremy sebelum menutup pintu kamar Rafly.

Kemudian pemuda ini merebahkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

Ia sangat lelah.


Rafly menggeliat tak nyaman karena sebuah tepukan di pipi kanan dan kirinya.

Ternyata ia ketiduran sampai malam.

“Bangun.”

Kok ada suara Jihan?

Awalnya Rafly kira dia sedang berhalusinasi mendengar suara Jihan, tetapi begitu pipinya dicubit pelan, pemuda itu langsung membuka matanya.

“Bangun juga akhirnya.”

Rafly masih terdiam di tempatnya.

Ini beneran Jihan gak sih?

“Iya ini Jihan beneran.” Kata gadis itu, seolah bisa menjawab pertanyaan yang ada di dalam pikiran Rafly.

Kemudian Rafly mendudukan dirinya dan menatap Jihan intens, “Ini beneran kamu?” Ia mencubit pelan kedua pipi Jihan yang menurutnya tambah chubby itu.

Gadis bernama lengkap Jihan Xavierre April ini melepaskan kedua tangan Rafly yang ada di pipinya dan langsung memeluk pemuda itu sambil menangis.

“Maafin aku.” Ujarnya, “Aku salah banget ke kamu. Aku udah jahat banget sama kamu.”

Rafly membalas pelukan Jihan dan ikut menangis, “Kamu kemana aja Jihan?” Padahal banyak yang ingin Rafly tanyakan, tapi hanya pertanyaan itu yang bisa ia lontarkan. “Aku kangen sama kamu, kangeeeeen banget.”

Jihan mengeratkan pelukannya sambil terus meminta maaf, “Maafin aku.”

Semua perasaan marah Rafly mendadak hilang ketika melihat Jihan ada di hadapannya saat ini.

Tapi ia masih sulit untuk memaafkan Jihan karena ia masih belum tau kemana perginya gadis itu selama lima bulan belakangan ini.

“Aku bakal maafin kamu kalo kamu cerita semuanya ke aku.” Kata Rafly.

Jihan melepaskan pelukannya dan menatp wajah Rafly, “Maaf.”

“Maaf kenap—”

“Aku gak bisa cerita ke kamu.”