lafillevier

happy reading, all!! <3

Arkasa memang patut diacungi jempol soal urusan akomodasi. Semua fasilitas yang mereka rasakan saat ini sudah di atur sebaik mungkin olehnya.

“BAGUS BANGETT!!!” Kata Riri ketika ia dan Elang baru saja sampai di hotel bintang lima ini.

“Jangan lari-lari nanti jatuh.” Ujar Elang, mengingatkan tunangannya itu sambil membawa dua koper kecil (miliknya dan Riri).

“Hehe gomen, kak.” Sahut gadis ini, mengambil alih koper miliknya dari tangan Elang.

Kemudian ada beberapa petugas hotel yang menghampiri mereka untuk membantu membawa barang-barang mereka ke kamar.

“Makasih, Mas.” Ujar Elang kepada petugas tadi ketika mereka berdua sudah sampai di depan kamar nomor 787.

Ketika pintu kamar dibuka, Riri langsung melepas sepatunya dan membuka gorden untuk melihat pemandangan di luar.

Ini adalah salah satu kebiasaan Riri ketika menginap di hotel.

Saking bagusnya pemandangan ini, Riri sampai lupa untuk membereskan barang-barangnya karena terlalu asik memotret pemandangan ini dari jendela.

Elang tidak ingin Riri yang sedang asik sendiri. Dengan sigap ia langsung membereskan dan menata semua barang bawaan mereka sebagaimana mestinya.

Melihat itu, Riri langsung tersenyum senang dan menghampiri pemuda itu. Kemudian ia langsung memeluknya dari belakang lalu mengecup pipi nya, “Makasih Kak, hehe. I love you.”

Elang yang sedang memegang laptop ini langsung meletakkannya di atas kasur dan berbalik badan untuk membalas pelukan Riri, “I love you too, Riri.” Ia mengecup bibir Riri.

“MY GOD!!!!” Seru Riri sambil membalakan matanya terkejut.

Elang terkekeh dan kembali membenamkan wajahnya di leher Riri.

Gadis ini pun juga melakukan hal yang sama.


“Jam berapa sekarang?” Tanya Elang sambil mengelus punggung Riri.

Riri melirik ke jam tangannya, “Jam setengah sebelas.”

Elang pun melepaskan pelukannya.

“KOK DILEPAS—HMPHHHH” Elang membungkam perkataan Riri dengan bibirnya.

Riri pun langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Elang sambil membalas ciuman Elang.

Perlahan, Elang memindahkan tubuh Riri ke atas kasur tanpa melepas pagutan mereka.

Riri yang kehabisan oksigen ini langsung menepuk nepuk bahu Elang agar pemuda itu melepaskan pagutan mereka.

“Bentar Kak, aku mau nyalain tvnya dulu.” Kata Riri sambil mengambil remote tv yang ada di nakas.

Ternyata ada netflix nya hehehe.

Netflix and Chill? Sounds good.” Kata Elang.

Riri terkekeh, “Kak Asa terdebes pokoknya.”

“Oh iya Kak,” Panggil Riri.

“Yes princess?” Sahut Elang.

“Cuma mau kasih tau kalo lusa aku ada tamu bulanan, hehe.”

Tanpa banyak bicara Elang langsung mencium bibir Riri sambil menggigitnya agar gadis itu membalas ciumannya ini.

Mengerti akan hal itu, Riri langsung membalasnya sambil sesekali mengelus tengkuk pemuda tampan ini.

Dan itu adalah salah satu cara yang dipakai Riri agar pemuda itu langsung menuju ke step berikutnya.

Elang bergerak turun ke leher mulus Riri lalu mengecupnya dan memberikan kissmark disana.

“Ngghh....” Lenguhan keluar begitu saja dari mulut Riri.

Nafsu pemuda ini langsung memuncak begitu mendengarnya. Dengan perlahan, he started to kiss and touching all of her body, from head to legs.

And Riri love this.

She always liked the way her fiance touching her.

After Elang finished that, Riri immediately kissing him while helping him take off all his clothes, begitu juga dengan Elang yang juga membantu gadis itu untuk melepaskan semua pakaiannya.

And now Elang and Riri is full naked.

Riri mematikan lampu kemudian berlutut di depan Elang.

“If you don't want to do it, that's okay.” Kata Elang

“NOOO!!” Omel Riri, “I'm ready to do this.”

Elang terkekeh dan meraih kepala gadis itu, “Alright. Show me what you wanna do.”

And for the first time, Riri do that.

Elang sampai bergelinjang karenanya.

He really love this!!!

He will try again next time with Riri.

“Don't you dare to swallow it!!!” Kata Elang ketika ia hampir mencapai klimaksnya.

“Yes, sir.” Riri pun menuruti ucapannya dan mengambil tissue yang ada di belakangnya.

Kemudian gadis ini berdiri dari tempatnya dan langsung dibanting oleh Elang ke tempat tidur, “And now it's my turn.” Elang kembali menciumi bibir dan juga leher Riri. 

“Make me happy, daddy.” Ujar Riri sambil membalas ciuman Elang.

“Your wish is my command, my baby girl.” Sahut Elang.

Arkasa langsung mengikuti kemana calon kakak iparnya ini membawanya.

Sudah dipastikan ia akan di hajar abis-abisan olehnya karena sudah menyakiti hati adiknya.

Sebagai laki-laki dan orang yang bertanggung jawab, Arkasa sudah terima dengan lapang dada apapun konsekuensinya.

Menurutnya ini adalah jalan yang terbaik agar ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi.

Tetapi jika jalan terbaiknya adalah meninggalkan Hana, maka akan ia rusak jalannya. Alias ia sangat amat tidak ingin berpisah dengan Hana.

Ternyata ia dibawa ke halaman belakang rumah yang dimana tempat itu sedikit jauh dari rumah utama. Dan perkiraannya benar.

Ia ingin diberi hukuman oleh Kakak kandung Hana.

“Lu udah tau kan gua mau ngapain?” Ujarnya.

Arkasa mengangguk, “Iya kak.”

Dan untuk pertama kalinya, Arkasa merasakan pukulan yang menyakitkan dari Kakak laki-laki Hana.

Ini adalah pertama kalinya Arkasa merasakan kemarahan  darinya.

Karena selama setahun berpacaran dengan Hana, Arkasa ini memang jarang—malah hampir tidak pernah berbuat kesalahan kepada Hana.

Paling hanya lupa memberi kabar atau suka tiba-tiba mengajak pergi.

Dan semua kejadian ini disaksikan langsung oleh Hana dari dalam kamarnya.

Ia sangat tidak tega melihat kekasihnya dipukuli seperti itu oleh kakaknya, tetapi satu sisi ia juga merasa puas karena perasaan marahnya terbayarkan.

“Susulin aja sana kalo udah gak kuat liatnya.” Kata Martin yang tiba-tiba sudah ada di dalam kamar Hana, “Gua tau banget lu tuh paling gak bisa liat orang lain kenapa-napa.”

Hana menggeleng, “Gue gak akan nyusul kalo kemarahan gue masih belum terbalaskan.”

Martin menghembuskan nafasnya, “Yaudah terserah lu.” Ujarnya, “Tapi kalo besok-besok lu gak bisa ketemu Arkasa lagi jangan salahin diri lu sendiri.”

“Maksudnya?” Tanya Hana kebingungan.

Pemuda ini langsung mendekati Hana yang ada di balkon dan menunjuk Arkasa di ujung sana, “Perhatiin baik-baik.” Hana pun memperhatikannya.

Tidak ada yang aneh sampai akhirnya ia bisa melihat dengan jelas kalau wajah Arkasa sudah dipenuhi oleh darah.

Tampaknya juga pemuda itu sudah tidak kuat lagi menahan semua pukulan dari kakaknya.

Dengan secepat mungkin, gadis mungil ini langsung berlari menuju halaman sampai mengabaikan panggilan dari orang-orang yang ada disitu.

Bahkan saat dirinya menuruni tangga ia hampir terjatuh kalau saja tidak ada Martin yang menahan tubuhnya.

Air mata Hana menetes begitu saja ketika melihat kakaknya semakin membabi buta memukuli kekasihnya itu di depan matanya sendiri.

Gadis bernama lengkap Hana Feliysia ini langsung memeluk tubuh sang kakak dari belakang dengan erat, “Kak udah....” Ujarnya sambil menangis tersedu-sedu di punggung sang kakak.

Laki-laki yang lebih tua dari Hana ini langsung melunak begitu mendengar suara tangisan Hana.

“Aku tau Arkasa salah,” Hana tambah mengeratkan pelukannya di punggung sang kakak. “aku juga tau kakak gak mau ada orang lain yang nyakitin aku.” Ujarnya.

“Tapi dengan kakak yang kayak gini, itu juga nyakitin aku.”

Sang kakak pun langsung melepaskan tangan Hana dari pinggangnya lalu memutar badannya menghadap Hana, “Maafin kakak,” Katanya sambil memeluk Hana. “Maafin kakak udah nyakitin kamu, maafin kakak karena udah keterlaluan. Maafin kakak...”

Hana mengangguk dan kembali menangis sambil membalas pelukan sang kakak.

Arkasa yang tengah terkapar ini kemudian mencoba untuk berdiri walau tertatih.

“Hana,” Panggilnya dengan suara yang pelan.

Sepasang kakak beradik ini langsung melepas pelukan mereka dan menoleh ke arahnya.

“AS—” Perkataan Hana terpotong begitu saja.

“Aku mau terima semua konsekuensi ini demi kamu, Na.” Ujar Arkasa.

Hana langsung membantu kekasihnya ini berdiri, “Aku ngelakuin ini semua demi Hana nya aku.” Ujar pemuda ini sekali lagi.

“Iya iya aku ngerti. Sekarang aku obatin dulu ya.” Kata Hana sambil mengelap air matanya.

Arkasa tersenyum dan mengangguk, “Thanks my love.”

Seperti yang sudah dijanjikan, malam ini Elang, Riana, dan Arkasa akan terbang ke Lampung menyusul Hana.

Elang dan Arkasa sudah mewanti-wanti Riana untuk tidak bilang ke Hana kalau mereka akan menyusulnya.

Karena Riri alias Riana ini selalu bercerita apapun kepada Hana, makanya mereka berdua takut kalau nanti surprisenya Arkasa bakal gagal.

“Hape kamu aku pegang aja deh sini. Aku takut kamu ngechat Hana.” Kata Elang.

Riana menggeleng sambil menyembunyikan handphonenya di dalam saku celananya, “Kenapa sih gak percaya banget sama aku.” Katanya, “Aku kan udah janji tadi.”

“Ya kamu kan anak nya iseng makanya aku parno.” Sahut Elang.

Arkasa hanya geleng-geleng kepala melihat pasangan itu ribut berdua.

Pemuda ini kemudian memikirkan cara untuk menjelaskan yang sebenarnya kepada Hana. Ia sangat takut Hana akan meninggalkannya karena masalah ini.

Ia tidak mau kehilangan Hana.

Arkasa is really really really love's Hana.

Ia akui bahwa ia sangat salah sudah membohongi Hana.

Ia hanya tidak ingin menyakiti Hana-nya.

Sudah lima belas menit perjalanan berlalu, akhirnya Arkasa pun memutuskan untuk tidur.

Riana dan Elang kemudian menoleh ke kursi belakang untuk melihat keadaan Arkasa yang ternyata sudah tidur. Pantas saja daritadi pemuda itu tidak menyahut ketika ditanyai oleh Elang.

“Kak,” Panggil Riana.

“Apa?” Sahut Elang.

Riana mendekatkan dirinya kemudian membisikinya, “Aku kangen deh.”

Elang menaikan alisnya sebelah, “Kangen siapa?”

“Gak peka banget deh, males.” Omel Riri sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

Kangen apa sih maksud—OHHHHHHHHH

Elang baru connect dengan apa yang dimaksud tunangannya itu.

“Oh aku kira kamu kangen siapa gitu.” Ujar pemuda ini sambil bisik-bisik,  “Kalo itu mah aku juga kangen hehe.”

Riri menolehkan kepalanya, “Hehe.”


Setelah take off Arkasa langsung dijemput oleh sepupu Hana dan menuju ke rumahnya (karena Hana menginap disana).

Sedangkan Riri dan Elang pergi ke hotel.

Arkasa dan Hana ini sudah dekat dengan keluarga besar dari kedua belah pihak (Arkasa dekat dengan keluarga besar Hana dan Hana dekat dengan keluarga besar Arkasa), jadi pemuda ini tidak kesusahan saat mencari tau keberadaan gadisnya itu.

“Bucin juga ya lu sampe rela jauh-jauh kesini cuma buat nyamperin Hana.” Ujar pemuda yang duduk di kursi kemudi ini.

“Lu juga bucin ya, Martin klakson.” Sahut Arkasa, mencibirnya.

“Lu lebih bucin Arkobot.” Balas pemuda bernama Martin ini.

Lalu pembicaraan mereka berlanjut sampai Arkasa bercerita apa tujuannya kesini dan apa yang terjadi antara dirinya dengan Winda.

“Wajar sih Hana marah sama lu,” Kata Martin. “Lu kalo jadi dia juga pasti bakal kayak dia juga kan? Marah gitu maksudnya.”

Arkasa mengangguk.

Benar juga apa yang dibilang Martin.

“Kenapa gak dari dulu dah lu kelarin semuanya? Kenapa baru sekarang pas lu udah ada Hana?” Tanya Martin.

“Abis putus tuh semua sosmed gua di blokir sama dia, ketemu juga jarang banget. Menghindar banget lah pokoknya. Padahal dengan dia kayak gitu kan malah nambahin masalah, bukannya menyelesaikan.” Jelas Arkasa.

Martin mengangguk, “Oh gitu.” Ujarnya mengerti, “Kayaknya hampir semua cewek begitu dah abis putus. Ngeblokir semua sosmed mantan, ngapusin foto, apa lagi ya? Pokoknya something like that lah.”

“Bener kata lu sih gua setuju.” Lanjut Martin, “Yang kayak gitu mah sama aja kayak lari dari masalah.”

“Iya bener.” Kata Arkasa setuju.

Tak terasa sudah satu jam berlalu, akhirnya mereka berdua pun sampai di rumah milik Martin.

Beberapa orang yang ada disini menyambut Arkasa dengan hangat tapi tidak dengan Kakak kandung Hana.

Aku langsung berlari menuju parkiran mobil yang tak jauh dari tempatku berada sambil mendorong motor aerox kesayanganku.

Cukup susah dan juga berat.

Tapi tidak apa-apa.

Itung-itung olahraga dipagi hari.

Setelah sampai aku langsung menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Sadan. Banyak orang yang melihatku karena perbedaan seragam yang sangat mencolok.

Mungkin karena hari ini adalah hari selasa, jadi seragam putih abu abu yang kugunakan terlihat sangat mencolok dimata mereka.

Kemudian bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang.

Sadan ternyata.

“Motor lu kenapa?” Tanya pemuda itu.

“Ban nya meletus tadi. Padahal baru ganti ban dua hari yang lalu.” Jawabku.

Sadan pun mengangguk paham dan mengeluarkan handphonenya, lalu menelfon seseorang, “Pagi juga pak. Bisa tolong ke sekolah Adek gak sekarang? Mau minta tolong bawain motor temenku ke bengkel pak. Oh iyaa pak, kunci motornya aku titipin ke satpam. Oke pak, makasih banyak ya.”

Wow.

Baik juga ya anak ini.

Walaupun keliatannya anak ini cuek.

“Motor lu taro disini aja, kuncinya titipin ke satpam, lu mau nunggu di pos apa ikut gua?” Tanya Sadan, aku menggeleng. “Gue tunggu di pos aja.” Jawabku.

“Oh oke. Gua ambil mobil dulu.” Ujarnya sambil berjalan cepat menuju mobilnya yang ada di ujung sana.

Aku juga langsung berjalan menuju pos satpam sambil menenteng helm kesayanganku.

“Pak, ini saya titip kunci motor ya. Nanti kalo ada yang kesini buat ambil motor itu tolong dikasih ya pak.” Aku memberikan kunci motor sambil menunjuk motorku yang terparkir tak jauh dari pos satpam ini, “Bilang aja saya temennya Sadan.”

“Siapp neng.” Ujarnya.


Aku sangat canggung berada di dalam mobil berdua dengan Sadan saat ini.

Dulu Aku dan Sadan adalah queen and king waktu MOS, jadi Aku mengenalnya. Makanya tadi Aku tidak perlu repot-repot untuk mencari kontaknya di grup angkatan.

Lalu tanpa aku duga, pemuda ini malah bertanya duluan kepadaku.

“Emang lu gapapa gak ikut jam pelajaran pertama, Meng?”

Aku akan cerita kenapa Aku dipanggil ‘Meng’ oleh teman-temanku.

Jadi, di sekolahku itu banyak yang dipanggil ‘Ica, Eca, Caca, dan Aca.’

Terkadang kalau ada orang yang sedang memanggil temannya dengan sebutan ‘Ca’, semua orang yang memiliki panggilan itu akan menoleh semua.

Maka dari itu untuk menghindari adanya salah paham, kita menetapkan sebuah aturan yang sedikit aneh tapi berguna juga.

Bahwasanya, setiap orang di angkatan masing-masing hanya diperbolehkan satu orang yang dipanggil Ica, Caca, Eca, dan Aca.

Contohnya ; angkatan 2021 memilih Ica. Jadi angkatan 2022 dan 2023 tidak boleh ada yang menggunakan nama itu lagi.

(Peraturan ini hanya berlaku di luar kelas, ya.)

Sedikit ribet memang, tapi ini semua untuk kebaikan bersama.

Sedangkan yang lain (yang mempunyai nama panggilan berunsur Ca) akan diberi nama panggilan lain oleh teman-teman seangkatan mereka.

Termasuk Aku.

Karena namaku Meisya dan Aku suka kucing, jadi semua teman-temanku sepakat memanggilku ‘Mengi’.

Aku mengangguk, “Iya gapapa. Soalnya Bu Idah kan cuti melahirkan.”

“Oh.” Balasnya.

Kemudian aku menyandarkan kepalaku ke jendela sambil memperhatikan jalanan dan mendengarkan lagu (yang sepertinya) dari playlist Sadan.

Entah ini lagunya yang bikin ngantuk atau memang Aku sangat lelah karena berlari tadi, lima menit kemudian Aku langsung memejamkan mataku dan tertidur.

Aku langsung berlari menuju parkiran mobil yang tak jauh dari tempatku berada sambil mendorong motor aerox kesayanganku.

Cukup susah dan juga berat.

Tapi tidak apa-apa.

Itung-itung olahraga dipagi hari.

Setelah sampai aku langsung menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Sadan. Banyak orang yang melihatku karena perbedaan seragam yang sangat mencolok.

Mungkin karena hari ini adalah hari selasa, jadi seragam putih abu abu yang kugunakan terlihat sangat mencolok dimata mereka.

Kemudian bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang.

Sadan ternyata.

“Motor lu kenapa?” Tanya pemuda itu.

“Ban nya meletus tadi. Padahal baru ganti ban dua hari yang lalu.” Jawabku.

Sadan pun mengangguk paham dan mengeluarkan handphonenya, lalu menelfon seseorang, “Pagi juga pak. Bisa tolong ke sekolah Adek gak sekarang? Mau minta tolong bawain motor temenku ke bengkel pak. Oh iyaa pak, kunci motornya aku titipin ke satpam. Oke pak, makasih banyak ya.”

Wow.

Baik juga ya anak ini.

Walaupun keliatannya anak ini cuek.

“Motor lu taro disini aja, kuncinya titipin ke satpam, lu mau nunggu di pos apa ikut gua?” Tanya Sadan, aku menggeleng. “Gue tunggu di pos aja.” Jawabku.

“Oh oke. Gua ambil mobil dulu.” Ujarnya sambil berjalan cepat menuju mobilnya yang ada di ujung sana.

Aku juga langsung berjalan menuju pos satpam sambil menenteng helm kesayanganku.

“Pak, ini saya titip kunci motor ya. Nanti kalo ada yang kesini buat ambil motor itu tolong dikasih ya pak.” Aku memberikan kunci motor sambil menunjuk motorku yang terparkir tak jauh dari pos satpam ini, “Bilang aja saya temennya Sadan.”

“Siapp neng.” Ujarnya.


Aku sangat canggung berada di dalam mobil berdua dengan Sadan saat ini.

Dulu Aku dan Sadan adalah queen and king waktu MOS, jadi Aku mengenalnya. Makanya tadi Aku tidak perlu repot-repot untuk mencari kontaknya di grup angkatan.

Lalu tanpa aku duga, pemuda ini malah bertanya duluan kepadaku.

“Emang lu gapapa gak ikut jam pelajaran pertama, Meng?”

Aku akan cerita kenapa Aku dipanggil ‘Meng’ oleh teman-temanku.

Jadi, di sekolahku itu banyak yang dipanggil ‘Ica, Eca, Caca, dan Aca.’

Terkadang kalau ada orang yang sedang memanggil temannya dengan sebutan ‘Ca’, semua orang yang memiliki panggilan itu akan menoleh semua.

Maka dari itu untuk menghindari adanya salah paham, kita menetapkan sebuah aturan yang sedikit aneh tapi berguna juga.

Bahwasanya, setiap orang di angkatan masing-masing hanya diperbolehkan satu orang yang dipanggil Ica, Caca, Eca, dan Aca.

Contohnya ; angkatan 2021 hanya memilih Ica, jadi angkatan 2022 dan 2023 tidak boleh ada yang menggunakan nama itu lagi.

(Peraturan ini hanya berlaku di luar kelas, ya.)

Sedikit ribet memang, tapi ini semua untuk kebaikan bersama.

Sedangkan yang lain (yang mempunyai nama panggilan berunsur Ca) akan diberi nama panggilan lain oleh teman-teman seangkatan mereka.

Termasuk Aku.

Karena namaku Meisya dan Aku suka kucing, jadi semua teman-temanku sepakat memanggilku ‘Mengi’.

Aku mengangguk, “Iya gapapa. Soalnya Bu Idah kan cuti melahirkan.”

“Oh.” Balasnya.

Kemudian aku menyandarkan kepalaku ke jendela sambil memperhatikan jalanan dan mendengarkan lagu (yang sepertinya) dari playlist Sadan.

Entah ini lagunya yang bikin ngantuk atau memang Aku sangat lelah karena berlari tadi, lima menit kemudian Aku langsung memejamkan mataku dan tertidur.

Aku langsung berlari menuju parkiran mobil yang tak jauh dari tempatku berada sambil mendorong motor aerox kesayanganku.

Cukup susah dan juga berat.

Tapi tidak apa-apa.

Itung-itung olahraga dipagi hari.

Setelah sampai aku langsung menolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Sadan. Banyak orang yang melihatku karena perbedaan seragam yang sangat mencolok.

Mungkin karena hari ini adalah hari selasa, jadi seragam putih abu abu yang kugunakan terlihat sangat mencolok dimata mereka.

Kemudian bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang.

Sadan ternyata.

“Motor lu kenapa?” Tanya pemuda itu.

“Ban nya meletus tadi. Padahal baru ganti ban dua hari yang lalu.” Jawabku.

Sadan pun mengangguk paham dan mengeluarkan handphonenya, lalu menelfon seseorang, “Pagi juga pak. Bisa tolong ke sekolah Adek gak sekarang? Mau minta tolong bawain motor temenku ke bengkel pak. Oh iyaa pak, kunci motornya aku titipin ke satpam. Oke pak, makasih banyak ya.”

Wow.

Baik juga ya anak ini.

Walaupun keliatannya anak ini cuek.

“Motor lu taro disini aja, kuncinya titipin ke satpam, lu mau nunggu di pos apa ikut gua?” Tanya Sadan, aku menggeleng. “Gue tunggu di pos aja.” Jawabku.

“Oh oke. Gua ambil mobil dulu.” Ujarnya sambil berjalan cepat menuju mobilnya yang ada di ujung sana.

Aku juga langsung berjalan menuju pos satpam sambil menenteng helm kesayanganku.

“Pak, ini saya titip kunci motor ya. Nanti kalo ada yang kesini buat ambil motor itu tolong dikasih ya pak.” Aku memberikan kunci motor sambil menunjuk motorku yang terparkir tak jauh dari pos satpam ini, “Bilang aja saya temennya Sadan.”

“Siapp neng.” Ujarnya.


Aku sangat canggung berada di dalam mobil berdua dengan Sadan saat ini.

Dulu Aku dan Sadan adalah queen and king waktu MOS, jadi Aku mengenalnya. Makanya tadi Aku tidak perlu repot-repot untuk mencari kontaknya di grup angkatan.

Lalu tanpa aku duga, pemuda ini malah bertanya duluan kepadaku.

“Emang lu gapapa gak ikut jam pelajaran pertama, Meng?”

Aku akan cerita kenapa Aku dipanggil ‘Meng’ oleh teman-temanku.

Jadi, di sekolahku itu banyak yang dipanggil ‘Ica, Eca, Caca, dan Aca.’ Terkadang kalau ada orang yang sedang memanggil temannya dengan sebutan ‘Ca’, semua orang yang memiliki panggilan yang Aku sebutkan tadi akan menoleh.

Maka dari itu setiap orang di angkatan masing-masing hanya diperbolehkan satu orang yang dipanggil Ca.

Sedangkan yang lain (yang mempunyai nama panggilan berunsur Ca) akan diberi nama panggilan lain.

Termasuk Aku.

Sedikit ribet memang, tapi ini semua untuk kebaikan bersama.

Karena namaku Meisya dan Aku suka kucing, jadi semua teman-temanku sepakat memanggilku ‘Mengi’.

Aku mengangguk, “Iya gapapa. Soalnya Bu Idah kan cuti melahirkan.”

“Oh.” Balasnya.

Kemudian aku menyandarkan kepalaku ke jendela sambil memperhatikan jalanan dan mendengarkan lagu (yang sepertinya) dari playlist Sadan.

Entah ini lagunya yang bikin ngantuk atau memang Aku sangat lelah karena berlari tadi, lima menit kemudian Aku langsung memejamkan mataku dan tertidur.

Siang ini Nina excited karena ia ingin membalas dendam kepada mantan pacarnya dan juga Bianka.

Emang cuma mereka berdua doang yang bisa hangout?

Sekarang ia sedang di lobby apartemennya sambil memesan ojol. Bisa saja ia minta tolong diantarkan oleh supirnya, tapi khusus hari ini ia ingin mencoba mandiri.

Dan hari ini adalah pertama kalinya Nina naik ojol. Makanya gadis ini excited sekali. Ia juga sudah izin ke Karina ingin pergi kemana.

Awalnya Karina melarangnya untuk pergi sendiri, tetapi Nina terus meyakinkannya bahwa ia bisa jaga diri dan baik-baik saja, jadi gadis cantik itu mengalah dan mengizinkannya untuk pergi sendiri (walaupun ia sedikit khawatir).

“Nina?”

Gadis mungil ini mendongakkan kepalanya, “Eh Koko.” Sahutnya sambil menggeser duduknya untuk membiarkan pemuda itu duduk di sampingnya.

Pemuda ini pun mendudukan dirinya di samping Nina dan melirik ke handphonenya, “Mau kemana, Nin? Kok tumben pake ojol?”

“Mau ketemu temen, Koh. Di Catbear cafe.” Jawab Nina.

“Oh disitu,” Ujar pemuda ini. “Bareng sama gua aja yuk. Gua juga mau kesitu sama temen gua ngerjain tugas.”

“Udah pesen belum itu?” Tanya pemuda ini.

Nina sedikit meringis, “Hng.... Gak tau, Koh. Gue gak ngerti pakenya, hehe.”

Pemuda ini terkekeh dan mengambil handphone Nina, “Oh belum di pesen ini.” Ia mengembalikan handphone Nina dan berdiri, “Udah ayo bareng gua aja.”

Nina mengangguk dan berjalan di samping pemuda itu.


Begitu membuka pintu cafe, Nina langsung menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari Adam yang sudah sampai duluan tadi.

Kemudian ia mengecek handphonenya karena ada pesan masuk.

Ternyata dari Adam.

Adam : gua di lantai dua nin

“Eh gue ke atas ya Koh. Thanks udah nebengin hehe.” Kata Nina.

Pemuda ini mengangguk, “Yoo, tiati. Kalo mau pulang chat aja ya.”

“Siapp Koh.” Lalu Nina pun meninggalkannya.

Karena sekarang hari sabtu, jadi suasana cafe lumayan ramai. Banyak orang yang hangout kesini. Entah itu sama pasangan ataupun sama teman-teman mereka.

Catbear cafe ini cukup terkenal di kalangan anak anak Marizoa. Selain karena dekat dari sekolah, menu makanan dan minuman disini juga sangat terjangkau dan enak. Bahkan disini kita juga bisa memesan kue ulang tahun ataupun kue kue yang lain.

Pokoknya lengkap deh.

Dari orang awam sampai selebgram pun juga setuju dengan itu.

Nina sudah sampai di lantai dua.

Ternyata tempat disini sudah penuh.

Untung saja ada Adam yang sudah sampai duluan, jadi mereka gak akan kehabisan tempat.

“NIN!!!” Seru Adam sambil mengacungkan tangan kanannya begitu melihat Nina tengah mencarinya.

Gadis mungil ini menoleh ke arah pojok kanan (tempat dimana Adam duduk) dan langsung menghampirinya.

“Adam.” Ujar pemuda ini sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. Nina pun membalas uluran tangannya, “Hai Adam, gue Nina.”

Sepulangnya dari rumah Bianka, Sadan langsung melajukan mobilnya menuju rumah Ica. Untungnya jalanan saat ini lumayan sepi. Jadi tak butuh waktu lama untuk sampai di rumah gadis chubby itu.

“Bisa bisanya lo lupa sekarang tanggal berapa.” Omel Ica ketika memasuki mobil Sadan.

“Pusing gua. Banyak pikiran.” Sahut si pemuda sambil melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah Ica.

Tak banyak yang tau apa yang terjadi dan hal apa yang disembunyikan oleh kedua orang ini. Bahkan teman dekat mereka sendiri.

Mereka berdua juga sepakat jika di sekolah mereka tidak akan berinteraksi (jika tidak penting) agar menghindari gosip dari para siswa siswi Marizoa High School.

“Biasanya kalo ada dia pasti berisik banget nih.” Kata Ica sambil memegang sebuah foto yang tergantung di spion dalam mobil Sadan.

Pemuda ini mengangguk setuju, “Iya. Pasti gua lagi diomel omelin gara-gara gak bales chatnya.”

“Kangen deh hangout bertiga—berdua maksudnya.” Sadan menaikan alisnya sebelah, “Kok berdua doang? Gua gak dianggep?” Ica mendengus, “Ya soalnya gue males sama lo. Ngintilin dia terus kemana-mana. Kan gue jadi jarang hangout berdua sama dia.”

Sadan terkekeh.

Memang benar.

Ia selalu ada disisinya kapanpun itu.

Alasannya sepele,

ia ingin selalu bersamanya.

“Namanya orang jatuh cinta mau gimana lagi Ca.” Kata Sadan.

Raisa Kaluna — alias Ica — lalu mengambil salah satu foto yang tergantung di spion tengah dan mengelusnya.

Selalu cantik.

Semua yang ada di dirinya cantik.

Pantas saja seorang Ice Prince seperti Sadan bisa bertekuk lutut karenanya.

“Lo mau nyimpen foto dia sampe kapan?” Tanya Ica tanpa mengalihkan perhatiannya dari foto tadi.

“Selamanya.” Jawab Sadan.

Ica mengangguk-ngangguk paham.

Menurutnya itu adalah hal yang wajar.

Mungkin kalau ia ada di posisi Sadan saat ini, ia akan melakukan hal yang sama.

Orang itu sangat beruntung bisa membuat Sadan jatuh cinta dengannya.

malam itu nina dan sadan sedang berada di taman sangat jauh dari daerah rumah mereka. suasana di taman ini sedikit ramai karena ada sekelompok anak muda yang sedang busking disini.

nina yang suka musik ini langsung berlari menuju pusat keramaian sambil menarik tangan sadan, “ayoo ih.” ujarnya sambil marah-marah.

sadan hanya menurut saja dan mengikuti langkah kecil gadis itu. mereka berdua sampai menerobos kerumunan demi bisa melihat rupa para anak band itu.

personilnya ada empat orang laki-laki. dan yang menjadi point plus nya, mereka semua itu punya kharisma tersendiri. bahkan nina saja sekarang sudah melupakan sadan karena saking terpesonanya.

“makasih banyak buat kalian semua yang udah hadir pada malam ini. saya dan teman-teman saya mau ngasih pengumuman penting ke kalian.” ujar sang vokalis.

lalu para penonton yang di dominasi oleh perempuan itu langsung diam menunggu sang vokalis melanjutkan pembicaraannya.

“malam ini adalah malam terakhir kita buat busking—”

penonton langsung memotong ucapannya dengan nada kecewa, “YAAAAHHHHHHHHHH!!!!”

pemuda ini pun langsung mengisyaratkan para penonton untuk diam.

“malam ini adalah malam terakhir kita buat busking karena kita udah kelas dua belas, jadi kita mau fokus ujian dulu.” lanjutnya.

nina dan sadan kemudian saling tatap.

ternyata seumuran toh.

begitu batin mereka.

kemudian pemuda yang berperan sebagai vokalis ini tak sengaja menatap arah nina yang berada tepat di sebrangnya. bagaikan kamera, mata pemuda ini hanya terfokus ke nina yang sedang menatapnya juga.

c a n t i k.

tepukan di bahunya pun menyadarkan pemuda ini dari lamunannya, “bengong aja, mas adam.” ujar temannya.

“eh iya sorry.” kata pemuda yang tadi dipanggil adam ini.

“ada yang mau request gak nih temen-temen?” kali ini sang gitaris yang bersuara.

nina pun langsung mengacungkan tangan kanannya sambil melompat-lompat, “AKU MAU REQUESTT!!!!” serunya.

“iya mau request apa mbak rambut brown?” tanya adam.

“KAHITNA YANG CANTIK!!!!” jawab nina.

adam tersenyum, “oke request di terima.”

semua orang tau kalau ucup itu adalah orang yang labil dalam urusan percintaan.

kenapa labil?

karena ia tidak bisa memilih antara dayana atau eliza.

kedua gadis itu adalah orang yang disukai ucup dalam waktu yang bersamaan.

tapi untuk sekarang kita akan bahas ucup dengan dayana.

dayana tau kalau ucup itu menyukai orang lain dari sekolah sebelah. tapi dayana tidak tau kalau ucup juga menyukai dirinya.

iya, dayana juga menyukai pemuda itu.

mereka berdua saling suka tapi tidak ada yang tau satu sama lain.

alasannya cuma satu ; gak mau jadi canggung.

“lolos gak?” tanya ucup ketika dayana menoleh ke arahnya dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

gadis mungil itu langsung menangis sambil menutup wajahnya. ucup yang tak tega melihatnya menangis langsung membawa gadis itu ke pelukannya.

“gue gak lolos...” ucap dayana di sela sela tangisnya.

pemuda bernama lengkap yusuf mahendra ini pun mengelus surai blonde dayana sambil mengecup pucuk kepalanya, “gapapa nangis aja sekarang. nanti kita usaha lagi buat tes mandiri.”

dayana terkejut karena diperlakukan seperti ini oleh 'teman' nya sendiri. tetapi sekarang rasa sedihnya lebih besar daripada kagetnya, jadi ia hanya membalas pelukan ucup.

setelah merasa sedikit tenang, baru lah dayana melepaskan pelukannya pada pemuda itu. dan secara mengejutkan pemuda itu malah enggan untuk melepaskannya.

“gua masih pengen kayak gini dulu day, gapapa kan?” ucapnya sambil meletakkan dagunya di atas kepala dayana.

“iyaa gapapaa.” sahut dayana sambil memeluk kembali pemuda itu.

mereka berdua tidak tau kalau saat itu juga ada seorang gadis berponi tengah menatap mereka dari jendela.

“jadi selama ini gue cuma orang ketiga di antara mereka?”